Tuesday, 22 September 2015

Hukum Perdata tentang Hukum Benda dan Hak Kebendaan



MAKALAH HUKUM PERDATA
TENTANG
HUKUM BENDA DAN HAK KEBENDAAN


Written by:
Hartawan (152102042)
Program: V B AS




INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
FAKULTAS SYARI’AH
2012
BAB I
                                                               PENDAHULUAN                        
A.    Latar Belakang
Hukum perdata merupaka hukum yang mengatur hubungan hukum antar kepentingan perseorangan. Sumber pokok hukum perdata ialah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang dalam bahasa Belandanya ialah Burgerlijk Wetboek (BW) karena pada dasarnya KUHPerdata di Indonesia bersumber dari KUHPerdata Belanda. Namun setelah Indonesia merdeka  sejak pernyataan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945, maka berlakunya KUHPerdata (BW) banyak mengalami perubahan. Perubahan itu dimaksudkan karena banyak pasal yang tidak sesuai dengan alam pikir atau kesadaran hukum bangsa indonesia yang modern dan religius.
Sistematika hukum perdata diatur dalam KUHPerdata (BW) yang terdiri atas empat Buku; 1) Buku I tentang orang (van personen) yang memuat hukum perseorangan dan hukum kekeluargaan, 2) Buku II tentang benda (van zaken) yang memuat hukum benda dan hukum waris, 3) Buku III tentang perikatan (van verbintennissen) yang memuat hukum harta kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu, 4) Buku IV tentang pembuktian dan kadaluwarsa (van Bewijs en verjaring) yang memuat ketentuan alat-alat bukti dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
Adapun bagian hukum perdata yang akan kami bahas dalam makalah ini ialah tentang Buku II  yang menyangkut masalah hukum benda. Hukum benda adalah segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hukum. Jadi yang menjadi fokus masalah dalam makalah ini ialah:
a.       Hukum benda dan permasalahannya (sistem pengaturan, tempat pengaturan, sistem dan pembagian hukum benda, macam-macam benda, hak kebendaan, pembedaan dan asas-asas hak kebendaan serta macam-macamnya, cara memperoleh dan hapusnya hak kebendaan).
B.     Tujuan dan kegunaan penulisan makalah ini
Dengan penulisan ini penulis bertujuan untuk memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa dari Dosen Hukum Perdata yaitu Bapak Heru sunardi dan untuk menambah Khazanah keilmuan dalam bidang Hukum Perdata khususnya hukum benda dan permasalahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    HUKUM BENDA
1.      Sistem pengaturan hukum benda dan benda
Berdasarkan kajian dari berbagai literatur hukum perdata, dapat dilihat bahwa sistem pengaturan hukum dapat dibedakan menjadi dua macam: Sistem tertutup (closed system) dan Sistem terbuka (open system).
Adapun sistem pengaturan hukum benda adalah sistem tertutup yaitu orang tidak dapat mengadakan hak-hak kebendaan selain dari yang telah ditetapkan dalam UU, sedangkan sistem pengaturan hukum perikatan adalah sistem terbuka yang artinya orang dapat mengadakan perjanjian mengenai apa pun juga baik yang sudah ada aturannya di dalam KUHPerdata maupun tidak. Jenis perjanjian yang dikenal di dalam KUHPerdata ialah seperti jual beli, tukar menukar, kongsi, pinjam meminjam, sewa menyewa dan lain sebagainya. Perjanjian jenis ini disebut perjanjian nominaat. Sedangkan perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata seperti leasing, beli sewa, kontrak rahim, dan lain-lain. Perjanjian ini disebut dengan perjanjian innominaat.[1]
2.      Tempat pengaturan hukum benda
Hukum benda diatur dalam buku II KUHPerdata. Selain dari buku II KUHPerdata, hukum benda juga diatur dalam UU lain, yaitu;
a.       UU No. 5 tahun 1960 tentang pokok agraria dan semua peraturan pelaksanaannya. UU tersebut mengatur tentang hak-hak kebendaan yang berkenaan dengan bumi air dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. UU ini mencabut berlakunya ketentuan-ketentuan mengenai bumi air dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali mengenai hipotik, dalam Buku II KUHPerdata.
b.      UU No. 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan.
c.       UU No. 42 tahun 1999 tentang hak jaminan Fidusia
d.      UU hak kekayaan Intelektual
3.      Pembagian hukum benda
Hukum benda diatur dalam buku II KUHPerdata. Jumlah pasal yang mengatur hukum benda sebanyak 733 pasal. Dimulai dari pasal 499 KUHPerdata sampai dengan  pasal 1232 KUHPerdata yang terdiri dari dua satu (21) bab. Masing-masing bab dibagi dalam beberapa bagian.
a.       Kebendaan dan cara membeda-bedakannya (pasal 499-528 KUHPerdata)
b.      Bezit  (pasal 529-568 KUHPerdata)
c.       Hak milik (pasal 570-624 KUHPerdata)
d.      Hak dan kewajiban antara pemilik dan tetangga (pasal 625-672 KUHPerdata)
e.       Kerja Rodi (pasal 673 KUHPerdta) dan lain lain[2]

4.      Istilah dan pengertian benda
Istilah benda merupakan terjemahan dari kata zaak (Belanda). Benda dalam arti ilmu pengetahuan hukum adalah segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hukum, yaitu sebagai lawan dari subyek hukum (manusia atau badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.
Secara yuridis menurut pasal 499 B.W adalah segala sesuatu yang dapat dihaki atau hak milik. Oleh karena itu yang dimaksud dengan benda menurut undang-undang hanyalah segala sesuatu yang dapat dihaki atau yang dapat dimiliki orang.
Dalam hukum publik (pajak) yang menjadi objek hukum adalah jumlah uang  yang harus dipungut dan wajib dibayar oleh wajib pajak. Sedangkan dalam hukum perdata yang dimaksud obyek hukum adalah benda dengan ketentuan; memiliki nilai uang yang efektif, merupakan satu kesatuan, dan bisa dikuasai manusia.[3]
Subekti membagi pengertian benda menjadi tiga:
a.       Benda dalam arti luas  adalah segala sesuatu yang dapat dihaki orang
b.      Benda dalam arti sempit ialah barang yang dapat terlihhat saja
c.       Benda adalah sebagai obyek hukum
Dalam sisstem hukum perdata (BW) yang berlaku di indonesia, pengertian zaak sebagai objek hukum tidak hanya meliputi benda yang berwujud yang bisa ditangkap panca indra, akan tetapi juga benda yang tidak berwujud  yakni hak-hak atas barang yang berwujud.[4]
Meskipun pengertian zaak dalam BW tidak hanya meliputi benda yang berwujud saja, tetapi juga benda yang tidak berwujud yang oleh sementara serjana disebut zaak dalam arti bagian dari harta kekayaan, namun sebagian besar dari pasal-pasal Buku II BW adalah mengatur mengenai benda dalam arti barang yang berwujud.
5.      Klasifikasi benda
Menurut sistem hukum perdata barat sebagaimana yang diatur dalam BW benda dapat dibedakan sebagai berikut.
a.       Benda bergerak dan benda tidak bergerak
Benda tak bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya, tujuannya, atau penetapan UU dinyatakan sebagai benda tidak bergerak. Benda tidak bergerak diatur dalam pasal 506-508 BW. Ada tiga golongan benda tidak bergerak yaitu:
1)      Benda yang menurut sifatnya tak bergerak yang dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian
a)      Tanah
b)      Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena tumbuh dan berakar  serta bercabang.
c)      Segala sesuatu yang berasatu dengan tanah karena didirikan di atas tanah yaitu karena tertanam dan terpaku.
2)      Benda yang menurut tujuan pemakaiannya supaya berasatu dengan benda tak bergerak seperti:
a)      Pada pabrik; segala macam mesin-mesin, katel-katel, dan alat-alat lain yang dimaksudkan supaya terus menerus berada di situ.
b)      Pada suatu perkebunan; segala sesuatu yang dipergunakan  sebagai rabuk bagi tanah, ikan dalam kolam dan lain-lain.
c)      Pada rumah kediaman; segala kacak, tulisan-tulisan dan lain-lain, sarang burung yang dapat dimakan.
d)     Barang-barang reruntuhan dari suatu bangunan yang dimaksudkan untuk dipakai guna mendirikan lagi bangunan itu.
3)      Benda yang menurut penetapan UU sebagai benda tak bergerak seperti:
a)      Hak-hak atau penagihan mengenai suatu benda yang tak bergerak; hak postal, hak hipotik, hak tanggungan dan sebagainya.
b)      Kapal-kapal yang berukuran 20 meter kubik ke atas (WvK)[5]
Benda bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya, tujuannya, atau penetapan UU dinyatakan benda bergerak. Benda bergerak diatur dalam pasal 509-511 BW, ada dua golongan benda bergerak:
1)      Benda yang menurut sifatnya bergerak dalam arti benda tersebut dapat dipindah atau dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 509 “ kebendaan bergerak karena sifatnya ialah kebendaan yang dapat berpindah atau dipindahkan”[6]
2)      Benda yang menurut penetapan UU sebagai benda bergerak ialah segala hak atas benda-benda bergerak . misalnya: hak memetik hasil dan hak memakai; hak menuntut di muka pengadilan agar uang tunai atau benda-benda bergerak  diserahkan  kepada seseorang; dan hak atas surat berharga lainnya. Hak kekayaan intelektual meliputi hak penemuan, hak cipta, hak paten, dan hak merek.
Perbedaan benda bergerak dan benda tidak bergerak penting artinya, karena adanya ketentuan-ketentuan  khusus yang berlaku bagi masing-masing golongan benda tersebut, misalnya pengaturan mengenai hal-hal sebagai berikut:[7]
a)      Mengenai hak bezit
Untuk benda bergerak ada ketentuan dalam pasal 1977 ayat 1 BW yang menentukan, barangsiapa yang menguasai benda bergerak dianggaplah ia sebagai pemiliknya. Jadi bezitter dari benda bergerak adalah eigenaar dari benda bergerak itu. Tidak demikian halnya dengan benda tidak bergerak. Barangsiapa yang menguasai benda tidak bergerak tidak bisa dianggap sebagai pemilik dari benda tidak bergerak itu.
b)      Mengenai pembebanan (Bezwaring)
Terhadap benda bergerak harus dipergunakan lembaga jaminan gadai (Pand). Sedangkan terhadap benda tak bergerak harus dipergunakan lembaga jaminan hypotik (pasal 1150 dan 1162 BW).
Khususnya mengenai penyerahan hak milik atas atanah setelah berlakunya UUPA, sudah merupakan yurisprudensi tetap, bahwa pemindahan hak milik terjadi pada saat dibuatnya akta jual beli di muka PPAT, jadi bukan setelah adanya balik nama.
c)      Mengenai penyerahan (Levering)
Pasal 612 BW menentukan bahwa penyerahan benda bergerak dapat dilakukan dengan penyerahan nyata. Sedangkan penyerahan benda tidak bergerak, menurut pasal 616 BW harus dilakukan dengan balik nama pada daftar umum.[8]
d)      Mengenai daluwarsa (verjaring)
Terhadap benda bergerak tidak dikenal kadaluwarsa, sebagai bezit sama dengan eigendom. Sedangkan benda tidak bergerak mengenai daluwarsa. Seseorang dapat memperoleh hak milik  karena lampaunya 20 tahun (dalam hal ada alas hak yang sah) atau 30 tahun (dalam tidak ada alas hak), yang disebut dengan acquisitieve verjaring.
e)      Mengenai penyitaan (beslag)
Revindicatior beslag adalah penyitaan untuk menuntut kembali sesuatu benda bergerak milik pemohon sendiri yang berada dalam kekuasaan orang lain. Revindicatior beslag tidak mungkin dilakukan terhadap benda tidak bergerak. Kemudian executior beslag adalah penyitaan yang dilakukan untuk melaksanakan keputusan pengadilan. Apabila benda-benda bergerak dinilai harganya tidak mencukupi untuk membayar hutang debitur kepada kreditur barulah executior beslag dilakukan terhadap benda-benda tak bergerak.[9]
b.      Benda yang musnah dan benda yang tetap ada
1)      Benda yang musnah
Sebagaimana diketahui bahwa objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum, karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh subjek hukum..
2)      Benda yang tetap ada
Benda yang tetap ada ialah benda-benda yang dalam pemakaiannya tidak mengakibatkan benda itu musnah, tetapi memberi manfaat bagi pemakainya.
Perbedaan anatara benda yang musnah dan yang tetap ada juga penting, baik dalam hukum perjanjian maupun dalam hukum benda. Dalam hukum perjanjian misalnya perjanjian, pinjam pakai yang diatur dalam pasal 1740 sampai dengan 1769 BW dilakukan terhadap benda yang dapat musnah.
Dalam hukum benda, mislanya: hak memetik hasil suatu benda yang diatur dalam pada pasal 756 sampai dengan 817 BW dapat dilakukan terhadap  benda yang musnah dan benda yang tetap ada. Sedangkan hak memakai  yang diatur pada pasal 818 -829 BW hanya dapat dilakukan terhadap benda yang tetap ada. Pasal 822 BW menyatakan bahwa apabila hak memakai diadakan terhadap benda  yang dapat musnah, maka ia harus dianggap  sebagai hak memetik hasil.
Terhadap benda-benda yang sekalipun tidak musnah, tetapi setelah dipakai berkurang nilai harganya, apabila terhadap benda ini dibuat suatu hak memetik hasil , menurut pasal 765 BW si pemakai pada waktu berakhirnya hak itu, tidak harus mengembalikan  benda-benda tersebut seperti dalam keadaan semula.[10]
c.       Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti
Perbedaan antara benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti ini tidak disebut secara tegas dalam BW, akan tetapi perbedaan itu ada dalam pengaturan perjanjian , misalnya dalam pasal yang mengatur perjanjian penitipan barang.
Menurut pasal 1694 BW pengembalian barang oleh penerima titipan harus innatura, artinya tidak boleh diganti dengan benda lain. Oleh karena itu maka perjanjian penitipan barang pada umumnya hanya dilakukan mengenai benda yang tidak musnah.
Bilamana benda yang dititipkan  berupa uang, maka menurut pasal 1714 BW, jumlah uang yang harus dikembalikan  harus dalam bentuk mata uang yang sama pada waktu dititipkan, baik mata uang itu telah naik atau telah turun nilainya. Lain halnya jika uang tersebut tidak dititipkan tetapi dipinjam menggantikan maka yang menerima pinjaman hanya diwajibkan mengembalikan sejumlah uang yang sama banyaknya saja, sekalipun dengan mata uang yang berbeda dari pada waktu perjanjian (pinjam-mengganti) diadakan.
d.      Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi
Benda yang dapat dibagi adalah benda yang apabila wujudnya  dibagi tidak mengakibatkan hilangnya hakikat dari pada benda itu sendiri; beras, gula pasir, tepung, dan lain-lain.
Benda yang tidak dapat dibagi adalah benda yang apabila wujudnya dibagi mengakibatkan hilangnmya atau lenyapnya hakikat benda itu sendiri; sapi, kuda, uang, dan sebagainya.
e.       Benda yang diperdagangkan dan benda yang tidak diperdagangkan
Benda yang diperdagangkan adalah benda-benda yang dapat dijadikan objek (pokok) suatu perjanjian. Jadi semua benda yang dapat dijadikan pokok perjanjian di lapangan harta kekayaan termasuk benda yang diperdagangkan.
Benda yang tidak diperdagangkan adalah benda-benda yang tidak dapat dijadikan objek (pokok) suatu perjanjian di lapangan harta kekayaan. Biasanya benda-benda yang dipergunakan untuk kepentingan umum.[11]

B.     HAK KEBENDAAN
1.      Pengertian hak kebendaan
Hak yang melekat atas benda disebut hak atas benda atau lazim disebut hak kebendaan adalah hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat bdipertahankan terhadap siapa pun. Setiap orang harus menghormati hak tersebut. Orang yang berhak adalah bebas menguasai bendanya. Hak kebendaan bersifat absolut. Contohnya adalah hak milik, hak memungut hasil, hak sewa, hak pakai, hak gadai, hak hipotek, dan hak kekayaan intelektual.
Sebagai hak yang melekat atas suatu benda, hak kebendaan itu memiliki beberapa karekteristik yang membedakannya dengan hak yang lain yaitu;
a.       Mutlak, artinya dikuasai dengan bebas dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun. Contohnya hak milik, hak cipta, dan hak paten.
b.      Mengikuti benda dalam tangan siapa pun benda itu berada. Contohnya hak sewa, hak pungut hasil, dan hak pakai.
c.       Hak yang terjadi lebih dulu tingkatnya lebih tinggi. Contohnya, pada sebuah rumah melekat hak tanggungan, kemudian melekat pula tanggungan berikutnya, kedudukan hak tanggungan pertama lebih tinggi dari hak tanggungan kedua. Maksudnya dalam penyelesaian uatang, hak tanggungan pertama diselesakan lebih dalu daripada hak tanggungan kedua, ketiga dan seterusnya.
d.      Penyelesaiannya lebih diutamakan. Contohnya hak tanggungan atas sebuah rumah.
e.       Hak gugat dapat dilkukan terhdap siap pun yang mengganggu kenikmatan benda dan hak atas benda itu.
f.       Pemindahan hak kebendaan dapat dilakukan kepada siapa pun. [12]
2.      Macam-macam hak kebendaan
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, Buku II KUHPerdata telah dicabut berlakunya sejauh mengenai bumi, air, dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali hipotek. Dengan demikian hak-hak yang berkenaan dengan tanah yang sudah dicabut dari Buku II KUHPerdata tersebut meliputi; hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan,  hak pakai pekarangan, hak pungut hasil, hak sewa bangunan, dan semua hak yang berkenaan dengan tanah lainnya. Semua hak tersebut telah diatur dalam UU No 5 tahun 1960 Tentang pokok-pokok agraria dan oleh karena itu menjadi objek hukum agrari, kecuali mengenai hipotek.[13]
Hak-hak kebendaan yang masih tersisa dalam buku II KUHPerdata adalah hak-hak kebendaan yang bukan mengenai tanah, air, dan segala kakayaan yang terkandung di dalamnya di tambah dengan hak hipotek. Hak-hak kebendaan tersebut diklasifikasikan sebagai hak kebendaan yang memberi kenikmatan dan jaminan;
a.       Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan (genootsrecht)
1)      Memberi kenikmatan  atas benda milik sendiri
Misalnya, hak milik atas benda bergerak atau bukan yang bukan tanah dan hak penguasaan (Bezit) atas benda bergerak.
2)      Memberi kenikmatan atas benda milik orang lain
Misalnya, bezit atas benda bergerak atau benda bukan tanah, hak pungut hasil atas benda bergerak atau benda bukan tanah, hak pakai dan mendiami atas benda bukan tanah, dan hak pakai atas benda bergerak.
b.      Hak kebendaan yang memberikan jaminan
1)      Gadai (pand) jaminannya adalah benda bergerak
2)      Hipotek jaminannya adalah benda tidak bergerak
Hak jaminan ini terjadi karena hubungan hukum utang piutang antar debitor dan kreditor. Hak jaminan ini termasuk hak jaminan khusus yaitu mengenai benda tertentu saja.
3.      Asas-asas hak kebendaan
a.       Asas hukum pemaksa
Asas ini mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa orang tidak boleh mengadakan hak kebendaan selain dari yang sudah diatur dalam UU. Apa yang sudah ditentukan dalam UU harus dipatuhi secara sadar.
b.      Asas dapat dipindahtangankan
Asas ini mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa semua hak kebendaan dapat dipindahtangankan, kecuali hak pakai dan mendiami. Orang yang berhak tidak boleh menentukan bahwa hak itu tidak boleh dipindahtangankan. Lain halnya dengan piutang, para pihak dapat menentukan  bahwa piutang itu tidak dapat dipindahtangankan. Ini adalah ketentuan khusus dalam KUHPerdata.[14]
c.       Asas individualitas
Asas ini mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa objek hak kebendaan selalu benda tertentu atau dapat ditentukan secara individual yang merupakan kesatuan, misalnya rumah kediaman Jl. Cengkeh No 11 Gedungmeneng, satu stel kursi tamu.
d.      Asas totalitas
Asas ini mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa objek hak kebendaan selalu terletak di atas seluruh objeknya sebagai satu kesatuan. Misalnya hak jaminan piutang atas kendaraan bermotor mobil BE 2458 AN sebagai stu kesatuan termasuk ban serap, kunci, dongkrak dan lain lain.
e.       Asas tidak dapat dibagi
Asas ini mendasari ketentuan bahwa orang berhak tidak boleh memindahtangankan sebagian dari  penguasaan atas hak kebendaan yang ada padanya. Misalnya, pemilik kendaraan mobil tidak boleh memindahtangankan sebagian penguasaan atas mobil itu  kepada orang lain. Penguasannya itu harus utuh sesuai dengan hak kebendaan.
f.       Asas prioritas
Asas ini mendasari ketentuan bahwa semua hak kebendaan member penguasaan yang sejenis atas hak milik walaupun luasnya berbeda-beda. Karena itu, perlu diatur urutannya menurut kejadiannya. Misalnya atas sebidang kebun dibebani hak tanggungan, kemudian dibebani lagi hak pungut hasil. Artinya kreditor mempunya hak memperlakukan (melelang) benda jaminan itu tanpa memperhatikan  hak-hak terjadi lebih kemudian. [15]
g.      Asas percampuran
Asas ini mendasari ketentuan bahwa jika hak yang membebani dan yang dibebani itu bercampur dalam satu tangan, hak yang membebani itu lenyap. Contohnya hak numpang karang lenyap apabila tanah pekarangan itu dibeli oleh yang bersangkutan (pasal 718 KUHPerdata). Hak pungut hasil lenyap apabila pemegang hak tersebut menjadi pemilik tanah kebun itu, misalnya karena jual beli, pewarisan, dan hibah (pasal 807 KUHPerdata)
h.      Asas publisitas
Asas ini mendasari ketentuan bahwa hak atas benda tidak bergerak diumumkan dan didaftarkan dalam register umum Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Misalnya hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan. Akan tetapi hak kebendaan atas benda bergerak  tidak perlu diumumkan  dan tidak perlu didaftarkan. Misalnya hak milik atas pakaian dan hak gadai, kecuali jika UU menentukan lain atau hak kebendaan atas kendaraan bermotor harus didaftarkan  di kantor samsat setempat.
i.        Asas perjanjian memindahkan hak kebendaan
Asas ini mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa untuk memperoleh hak kebendaan perlu dilakukan  dengan perjanjian zakelijk (kebendaan), yaitu perjanjian memindahkan hak kebendaan. Setelah perjanjian zakelijk selesai dilakukan, tujuan pokok tercapai yaitu memperoleh hak kebendaan. Tegasnya, hak yang melekat atas benda itu berpindah jika benda itu diserahkan kepada pihak yang memperoleh hak kebendaan itu. Misalnya, hak sewa rumah, hak mendiami rumah hanya akan diperoleh apabila rumah itu diserahkan  kepada penyewa untuk didiami.[16]
4.      Cara memperoleh hak kebendaan
a.       Pengakuan
Benda yang tidak ada pemiliknya (res nulius) kemudian ditemukan dan diakui oleh orang yang menemukannya sebagai miliknya.  Orang yang mengakui tersebut memperoleh hak milik atas benda itu. Contohnya, menangkap ikan di lautan, memperoleh intan dari tempat penggalian bebas, dan lain-lain.
b.      Penemuan
Benda milik orang lain yang lepas dari penguasaannya. Misalnya, karena jatuh di jalan atau hilang akibat banjir kemudian ditemukan oleh seseorang, sedangkan dia tidak mengbetahui siapa pemiliknya. Penemu benda tersebut dianggap sebagai pemilik karena dia menguasai benda itu (pasal 1977 ayat 1 KUHPerdata).
c.       Penyerahan
Hak kebendaan diperoleh karena penyerahan berdasar pada alas hak (rechstite) tertentu. Misalnya jual beli, hibah, dan pewarisan. Karena ada penyerahan itu, hak kebendaan atas benda berpindah kepada pihak penerima hak.[17]
d.      Daluwarsa
Hak kebendaan diperoleh karena daluwarsa. Daluwarsa benda bergerak dan tidak bergerak tidak sama. Setiap orang yang menguasai benda bergerak. misalnya karena penemuan di jalan, hak milik diperoleh setelah lampau waktu 3 tahun sejak dia menguasai benda bergerak itu (pasal 1977 ayat 2 KUHPerdata). Untuk benda tidak bergerak, daluarsa adalah 20 tahun dalam hal ada alas hak dan 30 tahun dalam hal tidak ada alas hak. Setelah lampau waktu 20 atau 30 tahun orang yang menguasai benda tidak bergerak tersebut memperoleh hak milik (pasal 1996 KUHPerdata)
e.       Pewarisan
Hak kebendaan diperoleh karena pewarisan menurut hukumwaris yang berlaku. Ada tiga macam hokum waris, yaitu hokum waris adat, hukum waris islam, dan hukum waris KUHPerdata. Pewarisan dinyatakan terbuka bagi ahli waris untuk memperoleh hak waris sejak almarhum  pemilik harta warisan itu meninggal dunia.
f.       Penciptaan
Orang yang menciptakan benda baru memperoleh hak milik atas benda ciptaannya itu. Pengertia penciptaan di sini meliputi menciptakan benda baru dari benda-benda yang sudah ada atau menciptakan benda baru sama sekali yang tadinya belum ada.
g.      Ikutan atau turunan
Orang yang membeli seekor sapi yang sedang bunting kemudian sapi itu melahirkan anak. Pemilik atau pembeli sapi tersebut memperoleh hak milik atas anak sapi yang baru lahir. [18]
5.      Hapusnya hak kebendaan
Hak kebendaan dapat hapus atau lenyap karena beberapa hal yang diatur dan diakui UU. Beberapa cara hapus atau lenyap hak kebendaan tersebut ialah:
a.       Benda lenyap atau musnah
Dalam hal bendanya lenyap atau musnah, hak kebendaan atas benda itu ikut lenyap atau musnah. Misalnya, hak pakai atas sebuah rumah lenyap karena rumah itu terbakar habis.
b.      Benda dipindahtangankan
Hak kebendaan hapus apabila bendanya dipindahtangankan. Misalnya, hak milik, hak penguasaan, atau hak mendiami atas sebuah rumah menjadi hapus apabila rumahnya dijual. Hak itu hapus karena berpindah kepada pemilik baru.
c.       Pelepasan hak atas benda
Hak kebendaan hapus apabila terjadi pelepasan hak. Dalam pelepasan hak biasanya orang yang berhak sengaja  melepaskan haknya atas benda itu. Misalnya, sebagian pekarangan dibiarkan untuk pelebaran jalan raya, televisi yang rusak dibuang karena biaya memperbaikinya jauh lebih mahal, dan lain-lain.
d.      Daluwarsa
Hak kebendaan lenyap atau hapus karena daluwarsa atau lampau waktu. Daluwarsa terjadi apabila selama jangka waktu 20 atau 30 tahun pemilik benda tidak mau tahu lagi mengenai hak miliknya atas sebidang tanah kebun itu. Atau pemiliknya ingin memperoleh kembali tanah kebunnya itu, tetapi terhalang karena komunikasi yang sulit, misalnya, karena perang berkepanjangan sehingga dia tidak mungkinm lagi menguasai tanah kebunnya itu.
Pada benda bergerak daluwarsa itu berlaku tiga tahun sejak benda itu dikuasai orang yang menemkannya. Apabila dalam jangka waktu tiga tahun pemilik benda itu tidak mengajukan gugatan pengembalian (gugat revindikasi) benda miliknya itu, haknya atas benda itu menjadi hapus karena daluwarsa.[19]
e.       Pencabutan hak
Penguasa negara dapat memperoleh hak kebendaan (hak mmilik) karena pencabutan hak. Akibatnya, pemilik hak kebendaan itu hilang hak atas bendanya yang dicabut itu. Pencabutan hak harus memenuhi syarat-syarat;  1) berdasar UU,  2)  dilakukan untuk kepentingan umum, 3) dengan ganti kerugian yang layak.























KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dalam bab pembahasan di atas dapat kita pahami bahwa hukum benda merupakn hukum yang mengatur mengenai segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hukum. Adapun yang menjadi obyek hukum benda adalah benda itu sendiri, selain dari tanah, air, dan segala kekayaanya. Sedangkan yang dimaksud dengan benda adalah segala sesuatu yang dapat dikuasai atau  dimiliki. Semantara yang menjadi subyek hukumnnya adalah orang atau badan hokum.
System pengaturan hukum benda adalah system tertutup yaitu setiap orang tidak boleh mengadakan hak kebendaan selain dari yang telah ditentukan dalam undang-undang. Sedangkan tempat pengaturan hokum benda terdapat dalam UU No. 5 tahun 1960, UU No. 4 tahun 1996, UU No. 4 tahun 1999, dan UU hak kekayaan intlektual.
Adapun pembagian hokum benda itu terbagi menjadi bebrapa bagian yang terdiri dari 21 bab dan 733 pasal dari pasal 499-1232. Di antaranya ;kebendaan dan cara membeda-bedakannya, bezit, hak milik, , dan lain sebagainya.
Benda itu banyak macamnya dan diklasifikasikan menjadi bebrapa bagian yaitu; benda bergerak dan tak bergerak, benda musnah dan tetap ada, benda dapat dibagi dan tak dapat dibagi, benda yang dapat diganti dan tidak, benda yang dapat diperdagangkan dan yang tidak.
Hak kebendaan adalah hak yang melekat atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap siapa pun. Hak kebendaan memilik beberapa asas yaitu asas hokum pemaksa, dapat dipindahtangankan, individualitas, totalitas, tidak dapat dibagi, prioritas, publisitas, campuran, dan perjanjian memindahkan hak kebendaan.
Untuk mendapatkan hak kebendaan yaitu ada beberapa cara; pengakuan, penemuan, penyerahan, daluwarsa, pewarisan, pencptaan, dan ikutan. Adapun hapusnya hak kebendaan itu disebabkan oleh; bendanya lenyap, dipindahtangankan, pelepasan hak atas kebendaan, daluwarsa, dan pencabutan hak.
DAFTAR PUSTAKA


1.      Rachmadi Usman, Hukum kebendaan, (Sinar Grafika: jakarta 2011)
2.      Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Kencana: jakarta, 2009)
3.      Yulies Tiena Masriani,  Pengantar Hukum Indonesia, (Sinar Grafika: jakarta,  20011).
4.      Salim, Pengantar Hukum Indonesia Tertulis (BW), (Sinar Grafika: Jakarta, 2005)
5.      Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, (Prestasi Pustaka: Jakarta, 2006)
6.      Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Indonesia, (PT. Citra: Bandung)


[1] Salim, pengantar Hukum perdata Tertulis (BW), (Sinar Grafika: Jakarta, 2005), hlm 90.
[2] Ibid., hlm 92.
[3]  Rachmadi usman, Hukum Kebendaan, (Sinar Grafika: jakarta, 2011), hlm  48.
[4]Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, (Prestasi Pustaka: Jakarta, 2006), hlm 154.
[5] Ibid., hlm 157.
[6]  Rachmadi usman, hukum kebendaan..,hlm 68.
[7] Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia…hlm 158
[8] Ibid., hlm 159.
[9]Ibid., hlm 160.
[10]Ibid., 161
[11]Ibid., 162
[12] Ibid., 136.
[13] Ibid., hlm 138.
[14] Ibid., hlm 139
[15] Ibid., hlm 140.
[16] Ibid., hlm 141.
[17] Ibid., hlm 142.
[18] Ibid., hlm 143
[19] Ibid., hlm 144.

No comments:

Post a Comment