MAKALAH
HUKUM PERDATA
TENTANG
HUKUM
BENDA DAN HAK KEBENDAAN
Written
by:
Hartawan
(152102042)
Program:
V B AS
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
FAKULTAS
SYARI’AH
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum
perdata merupaka hukum yang mengatur hubungan hukum antar kepentingan
perseorangan. Sumber pokok hukum perdata ialah Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPerdata) yang dalam bahasa Belandanya ialah Burgerlijk Wetboek (BW) karena pada dasarnya KUHPerdata di
Indonesia bersumber dari KUHPerdata Belanda. Namun setelah Indonesia
merdeka sejak pernyataan proklamasi
kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945, maka berlakunya KUHPerdata (BW)
banyak mengalami perubahan. Perubahan itu dimaksudkan karena banyak pasal yang
tidak sesuai dengan alam pikir atau kesadaran hukum bangsa indonesia yang
modern dan religius.
Sistematika
hukum perdata diatur dalam KUHPerdata (BW) yang terdiri atas empat Buku; 1)
Buku I tentang orang (van personen)
yang memuat hukum perseorangan dan hukum kekeluargaan, 2) Buku II tentang benda
(van zaken) yang memuat hukum benda
dan hukum waris, 3) Buku III tentang perikatan (van verbintennissen) yang memuat hukum harta kekayaan yang mengenai
hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau
pihak-pihak tertentu, 4) Buku IV tentang pembuktian dan kadaluwarsa (van Bewijs en verjaring) yang memuat
ketentuan alat-alat bukti dan akibat-akibat lewat waktu terhadap
hubungan-hubungan hukum.
Adapun
bagian hukum perdata yang akan kami bahas dalam makalah ini ialah tentang Buku
II yang menyangkut masalah hukum benda.
Hukum benda adalah segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hukum. Jadi yang
menjadi fokus masalah dalam makalah ini ialah:
a. Hukum
benda dan permasalahannya (sistem pengaturan, tempat pengaturan, sistem dan
pembagian hukum benda, macam-macam benda, hak kebendaan, pembedaan dan
asas-asas hak kebendaan serta macam-macamnya, cara memperoleh dan hapusnya hak
kebendaan).
B. Tujuan dan kegunaan penulisan
makalah ini
Dengan penulisan
ini penulis bertujuan untuk memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa dari Dosen
Hukum Perdata yaitu Bapak Heru sunardi dan untuk menambah Khazanah keilmuan
dalam bidang Hukum Perdata khususnya hukum benda dan permasalahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
HUKUM
BENDA
1.
Sistem
pengaturan hukum benda dan benda
Berdasarkan
kajian dari berbagai literatur hukum perdata, dapat dilihat bahwa sistem
pengaturan hukum dapat dibedakan menjadi dua macam: Sistem tertutup (closed system) dan Sistem terbuka (open system).
Adapun sistem
pengaturan hukum benda adalah sistem tertutup yaitu orang tidak dapat
mengadakan hak-hak kebendaan selain dari yang telah ditetapkan dalam UU,
sedangkan sistem pengaturan hukum perikatan adalah sistem terbuka yang artinya
orang dapat mengadakan perjanjian mengenai apa pun juga baik yang sudah ada
aturannya di dalam KUHPerdata maupun tidak. Jenis perjanjian yang dikenal di
dalam KUHPerdata ialah seperti jual beli, tukar menukar, kongsi, pinjam
meminjam, sewa menyewa dan lain sebagainya. Perjanjian jenis ini disebut
perjanjian nominaat. Sedangkan
perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata seperti leasing, beli sewa,
kontrak rahim, dan lain-lain. Perjanjian ini disebut dengan perjanjian innominaat.[1]
2.
Tempat
pengaturan hukum benda
Hukum benda diatur dalam buku II
KUHPerdata. Selain dari buku II KUHPerdata, hukum benda juga diatur dalam UU
lain, yaitu;
a. UU
No. 5 tahun 1960 tentang pokok agraria dan semua peraturan pelaksanaannya. UU
tersebut mengatur tentang hak-hak kebendaan yang berkenaan dengan bumi air dan
segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. UU ini mencabut berlakunya
ketentuan-ketentuan mengenai bumi air dan segala kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya, kecuali mengenai hipotik,
dalam Buku II KUHPerdata.
b. UU
No. 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan.
c. UU
No. 42 tahun 1999 tentang hak jaminan Fidusia
d. UU
hak kekayaan Intelektual
3.
Pembagian
hukum benda
Hukum benda
diatur dalam buku II KUHPerdata. Jumlah pasal yang mengatur hukum benda
sebanyak 733 pasal. Dimulai dari pasal 499 KUHPerdata sampai dengan pasal 1232 KUHPerdata yang terdiri dari dua
satu (21) bab. Masing-masing bab dibagi dalam beberapa bagian.
a. Kebendaan
dan cara membeda-bedakannya (pasal 499-528 KUHPerdata)
b. Bezit (pasal 529-568 KUHPerdata)
c. Hak
milik (pasal 570-624 KUHPerdata)
d. Hak
dan kewajiban antara pemilik dan tetangga (pasal 625-672 KUHPerdata)
e.
Kerja Rodi (pasal 673 KUHPerdta)
dan lain lain[2]
4.
Istilah
dan pengertian benda
Istilah benda
merupakan terjemahan dari kata zaak
(Belanda). Benda dalam arti ilmu pengetahuan hukum adalah segala sesuatu yang
dapat menjadi obyek hukum, yaitu sebagai lawan dari subyek hukum (manusia atau
badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum karena
sesuatu itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.
Secara yuridis
menurut pasal 499 B.W adalah segala sesuatu yang dapat dihaki atau hak milik.
Oleh karena itu yang dimaksud dengan benda menurut undang-undang hanyalah
segala sesuatu yang dapat dihaki atau yang dapat dimiliki orang.
Dalam hukum
publik (pajak) yang menjadi objek hukum adalah jumlah uang yang harus dipungut dan wajib dibayar oleh
wajib pajak. Sedangkan dalam hukum perdata yang dimaksud obyek hukum adalah
benda dengan ketentuan; memiliki nilai uang yang efektif, merupakan satu
kesatuan, dan bisa dikuasai manusia.[3]
Subekti membagi
pengertian benda menjadi tiga:
a. Benda
dalam arti luas adalah segala sesuatu
yang dapat dihaki orang
b. Benda
dalam arti sempit ialah barang yang dapat terlihhat saja
c. Benda
adalah sebagai obyek hukum
Dalam sisstem
hukum perdata (BW) yang berlaku di indonesia, pengertian zaak sebagai objek hukum tidak hanya meliputi benda yang berwujud
yang bisa ditangkap panca indra, akan tetapi juga benda yang tidak
berwujud yakni hak-hak atas barang yang
berwujud.[4]
Meskipun
pengertian zaak dalam BW tidak hanya
meliputi benda yang berwujud saja, tetapi juga benda yang tidak berwujud yang
oleh sementara serjana disebut zaak
dalam arti bagian dari harta kekayaan, namun sebagian besar dari pasal-pasal
Buku II BW adalah mengatur mengenai benda dalam arti barang yang berwujud.
5.
Klasifikasi
benda
Menurut sistem
hukum perdata barat sebagaimana yang diatur dalam BW benda dapat dibedakan
sebagai berikut.
a. Benda
bergerak dan benda tidak bergerak
Benda tak
bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya, tujuannya, atau penetapan UU
dinyatakan sebagai benda tidak bergerak. Benda tidak bergerak diatur dalam
pasal 506-508 BW. Ada tiga golongan benda tidak bergerak yaitu:
1) Benda
yang menurut sifatnya tak bergerak yang dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian
a) Tanah
b) Segala
sesuatu yang bersatu dengan tanah karena tumbuh dan berakar serta bercabang.
c) Segala
sesuatu yang berasatu dengan tanah karena didirikan di atas tanah yaitu karena
tertanam dan terpaku.
2) Benda
yang menurut tujuan pemakaiannya supaya berasatu dengan benda tak bergerak
seperti:
a) Pada
pabrik; segala macam mesin-mesin, katel-katel, dan alat-alat lain yang
dimaksudkan supaya terus menerus berada di situ.
b) Pada
suatu perkebunan; segala sesuatu yang dipergunakan sebagai rabuk bagi tanah, ikan dalam kolam
dan lain-lain.
c) Pada
rumah kediaman; segala kacak, tulisan-tulisan dan lain-lain, sarang burung yang
dapat dimakan.
d) Barang-barang
reruntuhan dari suatu bangunan yang dimaksudkan untuk dipakai guna mendirikan
lagi bangunan itu.
3) Benda
yang menurut penetapan UU sebagai benda tak bergerak seperti:
a) Hak-hak
atau penagihan mengenai suatu benda yang tak bergerak; hak postal, hak hipotik,
hak tanggungan dan sebagainya.
b) Kapal-kapal
yang berukuran 20 meter kubik ke atas (WvK)[5]
Benda bergerak
adalah benda-benda yang karena sifatnya, tujuannya, atau penetapan UU
dinyatakan benda bergerak. Benda bergerak diatur dalam pasal 509-511 BW, ada
dua golongan benda bergerak:
1) Benda
yang menurut sifatnya bergerak dalam arti benda tersebut dapat dipindah atau
dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain, sebagaimana yang tertuang
dalam pasal 509 “ kebendaan bergerak karena sifatnya ialah kebendaan yang dapat
berpindah atau dipindahkan”[6]
2) Benda
yang menurut penetapan UU sebagai benda bergerak ialah segala hak atas
benda-benda bergerak . misalnya: hak memetik hasil dan hak memakai; hak
menuntut di muka pengadilan agar uang tunai atau benda-benda bergerak diserahkan
kepada seseorang; dan hak atas surat berharga lainnya. Hak kekayaan
intelektual meliputi hak penemuan, hak cipta, hak paten, dan hak merek.
Perbedaan benda
bergerak dan benda tidak bergerak penting artinya, karena adanya
ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku
bagi masing-masing golongan benda tersebut, misalnya pengaturan mengenai hal-hal
sebagai berikut:[7]
a) Mengenai
hak bezit
Untuk benda
bergerak ada ketentuan dalam pasal 1977 ayat 1 BW yang menentukan, barangsiapa
yang menguasai benda bergerak dianggaplah ia sebagai pemiliknya. Jadi bezitter dari benda bergerak adalah eigenaar dari benda bergerak itu. Tidak
demikian halnya dengan benda tidak bergerak. Barangsiapa yang menguasai benda
tidak bergerak tidak bisa dianggap sebagai pemilik dari benda tidak bergerak
itu.
b) Mengenai
pembebanan (Bezwaring)
Terhadap benda
bergerak harus dipergunakan lembaga jaminan gadai (Pand). Sedangkan terhadap benda tak bergerak harus dipergunakan
lembaga jaminan hypotik (pasal 1150 dan 1162 BW).
Khususnya
mengenai penyerahan hak milik atas atanah setelah berlakunya UUPA, sudah
merupakan yurisprudensi tetap, bahwa pemindahan hak milik terjadi pada saat
dibuatnya akta jual beli di muka PPAT, jadi bukan setelah adanya balik nama.
c) Mengenai
penyerahan (Levering)
Pasal 612 BW
menentukan bahwa penyerahan benda bergerak dapat dilakukan dengan penyerahan
nyata. Sedangkan penyerahan benda tidak bergerak, menurut pasal 616 BW harus
dilakukan dengan balik nama pada daftar umum.[8]
d)
Mengenai daluwarsa (verjaring)
Terhadap benda
bergerak tidak dikenal kadaluwarsa, sebagai bezit sama dengan eigendom.
Sedangkan benda tidak bergerak mengenai daluwarsa. Seseorang dapat memperoleh
hak milik karena lampaunya 20 tahun
(dalam hal ada alas hak yang sah) atau 30 tahun (dalam tidak ada alas hak),
yang disebut dengan acquisitieve verjaring.
e)
Mengenai penyitaan (beslag)
Revindicatior
beslag adalah penyitaan untuk menuntut kembali sesuatu
benda bergerak milik pemohon sendiri yang berada dalam kekuasaan orang lain. Revindicatior beslag tidak mungkin
dilakukan terhadap benda tidak bergerak. Kemudian executior beslag adalah penyitaan yang dilakukan untuk melaksanakan
keputusan pengadilan. Apabila benda-benda bergerak dinilai harganya tidak
mencukupi untuk membayar hutang debitur kepada kreditur barulah executior
beslag dilakukan terhadap benda-benda tak bergerak.[9]
b. Benda
yang musnah dan benda yang tetap ada
1) Benda
yang musnah
Sebagaimana
diketahui bahwa objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek
hukum dan yang dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum, karena sesuatu
itu dapat dikuasai oleh subjek hukum..
2) Benda
yang tetap ada
Benda yang tetap
ada ialah benda-benda yang dalam pemakaiannya tidak mengakibatkan benda itu
musnah, tetapi memberi manfaat bagi pemakainya.
Perbedaan
anatara benda yang musnah dan yang tetap ada juga penting, baik dalam hukum
perjanjian maupun dalam hukum benda. Dalam hukum perjanjian misalnya
perjanjian, pinjam pakai yang diatur dalam pasal 1740 sampai dengan 1769 BW
dilakukan terhadap benda yang dapat musnah.
Dalam hukum
benda, mislanya: hak memetik hasil suatu benda yang diatur dalam pada pasal 756
sampai dengan 817 BW dapat dilakukan terhadap
benda yang musnah dan benda yang tetap ada. Sedangkan hak memakai yang diatur pada pasal 818 -829 BW hanya
dapat dilakukan terhadap benda yang tetap ada. Pasal 822 BW menyatakan bahwa
apabila hak memakai diadakan terhadap benda
yang dapat musnah, maka ia harus dianggap sebagai hak memetik hasil.
Terhadap
benda-benda yang sekalipun tidak musnah, tetapi setelah dipakai berkurang nilai
harganya, apabila terhadap benda ini dibuat suatu hak memetik hasil , menurut
pasal 765 BW si pemakai pada waktu berakhirnya hak itu, tidak harus
mengembalikan benda-benda tersebut
seperti dalam keadaan semula.[10]
c. Benda
yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti
Perbedaan antara
benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti ini tidak disebut
secara tegas dalam BW, akan tetapi perbedaan itu ada dalam pengaturan
perjanjian , misalnya dalam pasal yang mengatur perjanjian penitipan barang.
Menurut pasal 1694
BW pengembalian barang oleh penerima titipan harus innatura, artinya tidak boleh diganti dengan benda lain. Oleh
karena itu maka perjanjian penitipan barang pada umumnya hanya dilakukan
mengenai benda yang tidak musnah.
Bilamana benda
yang dititipkan berupa uang, maka
menurut pasal 1714 BW, jumlah uang yang harus dikembalikan harus dalam bentuk mata uang yang sama pada
waktu dititipkan, baik mata uang itu telah naik atau telah turun nilainya. Lain
halnya jika uang tersebut tidak dititipkan tetapi dipinjam menggantikan maka
yang menerima pinjaman hanya diwajibkan mengembalikan sejumlah uang yang sama
banyaknya saja, sekalipun dengan mata uang yang berbeda dari pada waktu
perjanjian (pinjam-mengganti) diadakan.
d. Benda
yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi
Benda yang dapat
dibagi adalah benda yang apabila wujudnya
dibagi tidak mengakibatkan hilangnya hakikat dari pada benda itu
sendiri; beras, gula pasir, tepung, dan lain-lain.
Benda yang tidak
dapat dibagi adalah benda yang apabila wujudnya dibagi mengakibatkan hilangnmya
atau lenyapnya hakikat benda itu sendiri; sapi, kuda, uang, dan sebagainya.
e. Benda
yang diperdagangkan dan benda yang tidak diperdagangkan
Benda yang
diperdagangkan adalah benda-benda yang dapat dijadikan objek (pokok) suatu
perjanjian. Jadi semua benda yang dapat dijadikan pokok perjanjian di lapangan
harta kekayaan termasuk benda yang diperdagangkan.
Benda yang tidak
diperdagangkan adalah benda-benda yang tidak dapat dijadikan objek (pokok)
suatu perjanjian di lapangan harta kekayaan. Biasanya benda-benda yang
dipergunakan untuk kepentingan umum.[11]
B.
HAK
KEBENDAAN
1.
Pengertian
hak kebendaan
Hak yang melekat
atas benda disebut hak atas benda atau lazim disebut hak kebendaan adalah hak
yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat bdipertahankan
terhadap siapa pun. Setiap orang harus menghormati hak tersebut. Orang yang
berhak adalah bebas menguasai bendanya. Hak kebendaan bersifat absolut. Contohnya adalah hak milik, hak
memungut hasil, hak sewa, hak pakai, hak gadai, hak hipotek, dan hak kekayaan
intelektual.
Sebagai hak yang
melekat atas suatu benda, hak kebendaan itu memiliki beberapa karekteristik
yang membedakannya dengan hak yang lain yaitu;
a. Mutlak,
artinya dikuasai dengan bebas dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun.
Contohnya hak milik, hak cipta, dan hak paten.
b. Mengikuti
benda dalam tangan siapa pun benda itu berada. Contohnya hak sewa, hak pungut
hasil, dan hak pakai.
c. Hak
yang terjadi lebih dulu tingkatnya lebih tinggi. Contohnya, pada sebuah rumah
melekat hak tanggungan, kemudian melekat pula tanggungan berikutnya, kedudukan
hak tanggungan pertama lebih tinggi dari hak tanggungan kedua. Maksudnya dalam
penyelesaian uatang, hak tanggungan pertama diselesakan lebih dalu daripada hak
tanggungan kedua, ketiga dan seterusnya.
d. Penyelesaiannya
lebih diutamakan. Contohnya hak tanggungan atas sebuah rumah.
e. Hak
gugat dapat dilkukan terhdap siap pun yang mengganggu kenikmatan benda dan hak
atas benda itu.
f. Pemindahan
hak kebendaan dapat dilakukan kepada siapa pun. [12]
2.
Macam-macam
hak kebendaan
Sebagaimana
dikemukakan sebelumnya, Buku II KUHPerdata telah dicabut berlakunya sejauh
mengenai bumi, air, dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,
kecuali hipotek. Dengan demikian hak-hak yang berkenaan dengan tanah yang sudah
dicabut dari Buku II KUHPerdata tersebut meliputi; hak milik, hak guna usaha,
hak guna bangunan, hak pakai pekarangan,
hak pungut hasil, hak sewa bangunan, dan semua hak yang berkenaan dengan tanah
lainnya. Semua hak tersebut telah diatur dalam UU No 5 tahun 1960 Tentang
pokok-pokok agraria dan oleh karena itu menjadi objek hukum agrari, kecuali
mengenai hipotek.[13]
Hak-hak
kebendaan yang masih tersisa dalam buku II KUHPerdata adalah hak-hak kebendaan
yang bukan mengenai tanah, air, dan segala kakayaan yang terkandung di dalamnya
di tambah dengan hak hipotek. Hak-hak kebendaan tersebut diklasifikasikan
sebagai hak kebendaan yang memberi kenikmatan dan jaminan;
a. Hak
kebendaan yang memberikan kenikmatan (genootsrecht)
1) Memberi
kenikmatan atas benda milik sendiri
Misalnya, hak
milik atas benda bergerak atau bukan yang bukan tanah dan hak penguasaan (Bezit) atas benda bergerak.
2) Memberi
kenikmatan atas benda milik orang lain
Misalnya, bezit
atas benda bergerak atau benda bukan tanah, hak pungut hasil atas benda
bergerak atau benda bukan tanah, hak pakai dan mendiami atas benda bukan tanah,
dan hak pakai atas benda bergerak.
b. Hak
kebendaan yang memberikan jaminan
1) Gadai
(pand) jaminannya adalah benda
bergerak
2) Hipotek
jaminannya adalah benda tidak bergerak
Hak jaminan ini terjadi karena hubungan hukum utang
piutang antar debitor dan kreditor. Hak jaminan ini termasuk hak jaminan khusus
yaitu mengenai benda tertentu saja.
3.
Asas-asas
hak kebendaan
a. Asas
hukum pemaksa
Asas ini
mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa orang tidak boleh mengadakan
hak kebendaan selain dari yang sudah diatur dalam UU. Apa yang sudah ditentukan
dalam UU harus dipatuhi secara sadar.
b. Asas
dapat dipindahtangankan
Asas ini
mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa semua hak kebendaan dapat
dipindahtangankan, kecuali hak pakai dan mendiami. Orang yang berhak tidak
boleh menentukan bahwa hak itu tidak boleh dipindahtangankan. Lain halnya
dengan piutang, para pihak dapat menentukan
bahwa piutang itu tidak dapat dipindahtangankan. Ini adalah ketentuan
khusus dalam KUHPerdata.[14]
c. Asas
individualitas
Asas ini
mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa objek hak kebendaan selalu
benda tertentu atau dapat ditentukan secara individual yang merupakan kesatuan,
misalnya rumah kediaman Jl. Cengkeh No 11 Gedungmeneng, satu stel kursi tamu.
d. Asas
totalitas
Asas ini
mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa objek hak kebendaan selalu
terletak di atas seluruh objeknya sebagai satu kesatuan. Misalnya hak jaminan
piutang atas kendaraan bermotor mobil BE 2458 AN sebagai stu kesatuan termasuk
ban serap, kunci, dongkrak dan lain lain.
e. Asas
tidak dapat dibagi
Asas ini
mendasari ketentuan bahwa orang berhak tidak boleh memindahtangankan sebagian
dari penguasaan atas hak kebendaan yang
ada padanya. Misalnya, pemilik kendaraan mobil tidak boleh memindahtangankan
sebagian penguasaan atas mobil itu
kepada orang lain. Penguasannya itu harus utuh sesuai dengan hak
kebendaan.
f. Asas
prioritas
Asas ini
mendasari ketentuan bahwa semua hak kebendaan member penguasaan yang sejenis
atas hak milik walaupun luasnya berbeda-beda. Karena itu, perlu diatur
urutannya menurut kejadiannya. Misalnya atas sebidang kebun dibebani hak
tanggungan, kemudian dibebani lagi hak pungut hasil. Artinya kreditor mempunya
hak memperlakukan (melelang) benda jaminan itu tanpa memperhatikan hak-hak terjadi lebih kemudian. [15]
g. Asas
percampuran
Asas ini
mendasari ketentuan bahwa jika hak yang membebani dan yang dibebani itu
bercampur dalam satu tangan, hak yang membebani itu lenyap. Contohnya hak
numpang karang lenyap apabila tanah pekarangan itu dibeli oleh yang
bersangkutan (pasal 718 KUHPerdata). Hak pungut hasil lenyap apabila pemegang
hak tersebut menjadi pemilik tanah kebun itu, misalnya karena jual beli,
pewarisan, dan hibah (pasal 807 KUHPerdata)
h. Asas
publisitas
Asas ini
mendasari ketentuan bahwa hak atas benda tidak bergerak diumumkan dan
didaftarkan dalam register umum Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
Misalnya hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan. Akan tetapi hak
kebendaan atas benda bergerak tidak
perlu diumumkan dan tidak perlu
didaftarkan. Misalnya hak milik atas pakaian dan hak gadai, kecuali jika UU
menentukan lain atau hak kebendaan atas kendaraan bermotor harus
didaftarkan di kantor samsat setempat.
i.
Asas perjanjian memindahkan hak
kebendaan
Asas ini
mendasari ketentuan mengenai hak kebendaan bahwa untuk memperoleh hak kebendaan
perlu dilakukan dengan perjanjian zakelijk (kebendaan), yaitu perjanjian
memindahkan hak kebendaan. Setelah perjanjian zakelijk selesai dilakukan, tujuan pokok tercapai yaitu memperoleh
hak kebendaan. Tegasnya, hak yang melekat atas benda itu berpindah jika benda
itu diserahkan kepada pihak yang memperoleh hak kebendaan itu. Misalnya, hak
sewa rumah, hak mendiami rumah hanya akan diperoleh apabila rumah itu
diserahkan kepada penyewa untuk didiami.[16]
4.
Cara
memperoleh hak kebendaan
a. Pengakuan
Benda yang tidak
ada pemiliknya (res nulius) kemudian
ditemukan dan diakui oleh orang yang menemukannya sebagai miliknya. Orang yang mengakui tersebut memperoleh hak
milik atas benda itu. Contohnya, menangkap ikan di lautan, memperoleh intan
dari tempat penggalian bebas, dan lain-lain.
b. Penemuan
Benda milik
orang lain yang lepas dari penguasaannya. Misalnya, karena jatuh di jalan atau
hilang akibat banjir kemudian ditemukan oleh seseorang, sedangkan dia tidak
mengbetahui siapa pemiliknya. Penemu benda tersebut dianggap sebagai pemilik
karena dia menguasai benda itu (pasal 1977 ayat 1 KUHPerdata).
c. Penyerahan
Hak kebendaan diperoleh
karena penyerahan berdasar pada alas hak (rechstite)
tertentu. Misalnya jual beli, hibah, dan pewarisan. Karena ada penyerahan itu,
hak kebendaan atas benda berpindah kepada pihak penerima hak.[17]
d. Daluwarsa
Hak kebendaan
diperoleh karena daluwarsa. Daluwarsa benda bergerak dan tidak bergerak tidak
sama. Setiap orang yang menguasai benda bergerak. misalnya karena penemuan di
jalan, hak milik diperoleh setelah lampau waktu 3 tahun sejak dia menguasai
benda bergerak itu (pasal 1977 ayat 2 KUHPerdata). Untuk benda tidak bergerak,
daluarsa adalah 20 tahun dalam hal ada alas hak dan 30 tahun dalam hal tidak
ada alas hak. Setelah lampau waktu 20 atau 30 tahun orang yang menguasai benda
tidak bergerak tersebut memperoleh hak milik (pasal 1996 KUHPerdata)
e. Pewarisan
Hak kebendaan
diperoleh karena pewarisan menurut hukumwaris yang berlaku. Ada tiga macam
hokum waris, yaitu hokum waris adat, hukum waris islam, dan hukum waris
KUHPerdata. Pewarisan dinyatakan terbuka bagi ahli waris untuk memperoleh hak
waris sejak almarhum pemilik harta
warisan itu meninggal dunia.
f. Penciptaan
Orang yang
menciptakan benda baru memperoleh hak milik atas benda ciptaannya itu.
Pengertia penciptaan di sini meliputi menciptakan benda baru dari benda-benda
yang sudah ada atau menciptakan benda baru sama sekali yang tadinya belum ada.
g. Ikutan
atau turunan
Orang yang
membeli seekor sapi yang sedang bunting kemudian sapi itu melahirkan anak.
Pemilik atau pembeli sapi tersebut memperoleh hak milik atas anak sapi yang
baru lahir. [18]
5.
Hapusnya
hak kebendaan
Hak kebendaan
dapat hapus atau lenyap karena beberapa hal yang diatur dan diakui UU. Beberapa
cara hapus atau lenyap hak kebendaan tersebut ialah:
a. Benda
lenyap atau musnah
Dalam hal
bendanya lenyap atau musnah, hak kebendaan atas benda itu ikut lenyap atau
musnah. Misalnya, hak pakai atas sebuah rumah lenyap karena rumah itu terbakar
habis.
b. Benda
dipindahtangankan
Hak kebendaan
hapus apabila bendanya dipindahtangankan. Misalnya, hak milik, hak penguasaan,
atau hak mendiami atas sebuah rumah menjadi hapus apabila rumahnya dijual. Hak
itu hapus karena berpindah kepada pemilik baru.
c. Pelepasan
hak atas benda
Hak kebendaan
hapus apabila terjadi pelepasan hak. Dalam pelepasan hak biasanya orang yang
berhak sengaja melepaskan haknya atas
benda itu. Misalnya, sebagian pekarangan dibiarkan untuk pelebaran jalan raya,
televisi yang rusak dibuang karena biaya memperbaikinya jauh lebih mahal, dan
lain-lain.
d. Daluwarsa
Hak kebendaan
lenyap atau hapus karena daluwarsa atau lampau waktu. Daluwarsa terjadi apabila
selama jangka waktu 20 atau 30 tahun pemilik benda tidak mau tahu lagi mengenai
hak miliknya atas sebidang tanah kebun itu. Atau pemiliknya ingin memperoleh
kembali tanah kebunnya itu, tetapi terhalang karena komunikasi yang sulit,
misalnya, karena perang berkepanjangan sehingga dia tidak mungkinm lagi
menguasai tanah kebunnya itu.
Pada benda
bergerak daluwarsa itu berlaku tiga tahun sejak benda itu dikuasai orang yang
menemkannya. Apabila dalam jangka waktu tiga tahun pemilik benda itu tidak
mengajukan gugatan pengembalian (gugat revindikasi) benda miliknya itu, haknya
atas benda itu menjadi hapus karena daluwarsa.[19]
e. Pencabutan
hak
Penguasa negara
dapat memperoleh hak kebendaan (hak mmilik) karena pencabutan hak. Akibatnya,
pemilik hak kebendaan itu hilang hak atas bendanya yang dicabut itu. Pencabutan
hak harus memenuhi syarat-syarat; 1)
berdasar UU, 2) dilakukan untuk kepentingan umum, 3) dengan
ganti kerugian yang layak.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan dalam bab pembahasan di atas dapat kita pahami bahwa hukum benda
merupakn hukum yang mengatur mengenai segala sesuatu yang dapat menjadi obyek
hukum. Adapun yang menjadi obyek hukum benda adalah benda itu sendiri, selain
dari tanah, air, dan segala kekayaanya. Sedangkan yang dimaksud dengan benda
adalah segala sesuatu yang dapat dikuasai atau
dimiliki. Semantara yang menjadi subyek hukumnnya adalah orang atau
badan hokum.
System
pengaturan hukum benda adalah system tertutup yaitu setiap orang tidak boleh
mengadakan hak kebendaan selain dari yang telah ditentukan dalam undang-undang.
Sedangkan tempat pengaturan hokum benda terdapat dalam UU No. 5 tahun 1960, UU
No. 4 tahun 1996, UU No. 4 tahun 1999, dan UU hak kekayaan intlektual.
Adapun pembagian
hokum benda itu terbagi menjadi bebrapa bagian yang terdiri dari 21 bab dan 733
pasal dari pasal 499-1232. Di antaranya ;kebendaan dan cara membeda-bedakannya,
bezit, hak milik, , dan lain sebagainya.
Benda itu banyak
macamnya dan diklasifikasikan menjadi bebrapa bagian yaitu; benda bergerak dan
tak bergerak, benda musnah dan tetap ada, benda dapat dibagi dan tak dapat
dibagi, benda yang dapat diganti dan tidak, benda yang dapat diperdagangkan dan
yang tidak.
Hak kebendaan
adalah hak yang melekat atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap
siapa pun. Hak kebendaan memilik beberapa asas yaitu asas hokum pemaksa, dapat
dipindahtangankan, individualitas, totalitas, tidak dapat dibagi, prioritas,
publisitas, campuran, dan perjanjian memindahkan hak kebendaan.
Untuk
mendapatkan hak kebendaan yaitu ada beberapa cara; pengakuan, penemuan,
penyerahan, daluwarsa, pewarisan, pencptaan, dan ikutan. Adapun hapusnya hak
kebendaan itu disebabkan oleh; bendanya lenyap, dipindahtangankan, pelepasan
hak atas kebendaan, daluwarsa, dan pencabutan hak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rachmadi
Usman, Hukum kebendaan, (Sinar
Grafika: jakarta 2011)
2. Peter
Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum,
(Kencana: jakarta, 2009)
3. Yulies
Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Sinar Grafika: jakarta, 20011).
4. Salim,
Pengantar Hukum Indonesia Tertulis
(BW), (Sinar Grafika: Jakarta, 2005)
5. Titik
Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata
di Indonesia, (Prestasi Pustaka: Jakarta, 2006)
6. Abdulkadir
Muhammad, Pengantar Hukum Indonesia,
(PT. Citra: Bandung)
[1] Salim, pengantar
Hukum perdata Tertulis (BW), (Sinar
Grafika: Jakarta, 2005), hlm 90.
[2] Ibid., hlm 92.
[3] Rachmadi usman, Hukum Kebendaan, (Sinar Grafika: jakarta, 2011), hlm 48.
[4]Titik Triwulan
Tutik, Pengantar Hukum Perdata di
Indonesia, (Prestasi Pustaka: Jakarta, 2006), hlm 154.
[5] Ibid., hlm 157.
[6] Rachmadi usman, hukum kebendaan..,hlm 68.
[7] Titik Triwulan
Tutik, Pengantar Hukum Perdata di
Indonesia…hlm 158
[12] Ibid., 136.
[13] Ibid., hlm 138.
[14] Ibid., hlm 139
[19] Ibid., hlm 144.
No comments:
Post a Comment